PAGI-pagi buta, waktu ayam juga belum bangun, Dede Teke mulae teriak- teriak, begini. "Hey warga sekalian. Sekarang suda musim hujan baa, segera masuk kebun. Tanam kebuun semua dengan tanaman jagung am, ubi am, pisang am, kacang am dan am. Ingate jangan lupa masuk kebun, " teriak Dede Teke bertubi-tubi dengan suara nyaring.
"Bega sapa lagi ini. Pagi-pagi buta, kawu nian poi. Bong teriak macam orang gila," omel Dede Poi. Tapi dari dia punya suara, ini sepertinya Teke.
"Diam sudah ka yayang, tida usa repot. Saya dingin sekarang, " pinta Mei yayangnya Dede Poi. Orang mo dengar Dede Teke omong apa saja, kau mala mengelu dingin.
"Sekale lagi saya minta supaya masyarakat masuk kebun. Ini penting jangan sampe taon depan kita mengeluh lapar. Harap bantuan saja kita juga harus malu. Kalo malu makanya kita harus rajin, rajin masuk kebun, tanam-tanam saja apa yang bisa kita petik untuk makan," teriak Teke lagi berulang-ulang.
"Sudala yayang, jangan ko pedulikan dia. Saya dingin inini," kelu Mei lagi.
"Heh, yang Teke omong itu penting. Sangat penting. Mengeluh lapar tu soal harga diri. Malu dong kalo diberitakan kita orang makan ubi hutan. Gensi dong..." mara Poi. "Pokonya masuk kebun lebih penting. Daripada dengar ko punya dingin tu," bentak Poi lagi.
Setelah omong begitu, Poi berdiri bangun jalan, tarik lipa gulung kasi rapi pigi keluar rumah ketemu Dede Teke. Dari jauh Poi liat Dede Teke lagi teriak-teriak begitu, sampe urat-urat ulat di leher keluar semua.
"Na'o ya..," teriak Poi mengumandang, seola-ola Teke adalah pencuri (Na'o). "Suda saja kawan, cukup istirahat di sini," ajak Poi. Lalu Teke pun mendekat.
"Poi, minta aer dulu, saya haus," minta Teke. Poi lalu beranjak ke belakang ambil segelas air putih lalu diberikan kepada Teke.
"Kau ini buat apa teriak suruh orang masuk kebun?" tanya Poi.
"Begini teman, ini peringatan kaloo suda musim hujan. Masuk kebun, kasih bersih tanam ubi dlsbg nya. Karena sekarang, ana muda generasi sekarang pemalas semua. Dulu kalo guru tanya, bapanya bilang cita-cita ku mo jadi petani terbaik. Anak-ana sekarang, rata-rata mo jadi tukang ojek," jelas Teke.
"Itu te dia punya cucu, cita-cita mo jadi apa," sambung Poi.
"Kami ini mau masuk kebun. Bikin perubahan pola tanam. Tapi kalo proyek di musim hujan jalan terus te, yang bisa buat pola tanam dapat hasil memang te dukun hujan. Kami ini te kasi bersi habis lepas kering. Tida bisa tanam apa-apa, karena hujan orang tahan di. Jadi kami minta kalo pemerinta mo buat proyek lebih baik di musim kemarau," sambung Ama Plete.
"Kau memang dasar pemalas mo, kasih salah pemerintah lagi. Kau punya kebun saja hanya ada cengke juga kau mo atur proyek pemerintah," marah Teke.
Proyek pemerintah itu tida sala ko. Dari dulu kalo kau ingat kebun tanam saja pisang, umbi jalar, ubi kayu, rose, selain cengke kita tida mungkin kelaparan. Ini kamu hanya tanam cengke vanili te buho. (j oriwis) Spirit NTT, 10-16 Desember 2007.
"Bega sapa lagi ini. Pagi-pagi buta, kawu nian poi. Bong teriak macam orang gila," omel Dede Poi. Tapi dari dia punya suara, ini sepertinya Teke.
"Diam sudah ka yayang, tida usa repot. Saya dingin sekarang, " pinta Mei yayangnya Dede Poi. Orang mo dengar Dede Teke omong apa saja, kau mala mengelu dingin.
"Sekale lagi saya minta supaya masyarakat masuk kebun. Ini penting jangan sampe taon depan kita mengeluh lapar. Harap bantuan saja kita juga harus malu. Kalo malu makanya kita harus rajin, rajin masuk kebun, tanam-tanam saja apa yang bisa kita petik untuk makan," teriak Teke lagi berulang-ulang.
"Sudala yayang, jangan ko pedulikan dia. Saya dingin inini," kelu Mei lagi.
"Heh, yang Teke omong itu penting. Sangat penting. Mengeluh lapar tu soal harga diri. Malu dong kalo diberitakan kita orang makan ubi hutan. Gensi dong..." mara Poi. "Pokonya masuk kebun lebih penting. Daripada dengar ko punya dingin tu," bentak Poi lagi.
Setelah omong begitu, Poi berdiri bangun jalan, tarik lipa gulung kasi rapi pigi keluar rumah ketemu Dede Teke. Dari jauh Poi liat Dede Teke lagi teriak-teriak begitu, sampe urat-urat ulat di leher keluar semua.
"Na'o ya..," teriak Poi mengumandang, seola-ola Teke adalah pencuri (Na'o). "Suda saja kawan, cukup istirahat di sini," ajak Poi. Lalu Teke pun mendekat.
"Poi, minta aer dulu, saya haus," minta Teke. Poi lalu beranjak ke belakang ambil segelas air putih lalu diberikan kepada Teke.
"Kau ini buat apa teriak suruh orang masuk kebun?" tanya Poi.
"Begini teman, ini peringatan kaloo suda musim hujan. Masuk kebun, kasih bersih tanam ubi dlsbg nya. Karena sekarang, ana muda generasi sekarang pemalas semua. Dulu kalo guru tanya, bapanya bilang cita-cita ku mo jadi petani terbaik. Anak-ana sekarang, rata-rata mo jadi tukang ojek," jelas Teke.
"Itu te dia punya cucu, cita-cita mo jadi apa," sambung Poi.
"Kami ini mau masuk kebun. Bikin perubahan pola tanam. Tapi kalo proyek di musim hujan jalan terus te, yang bisa buat pola tanam dapat hasil memang te dukun hujan. Kami ini te kasi bersi habis lepas kering. Tida bisa tanam apa-apa, karena hujan orang tahan di. Jadi kami minta kalo pemerinta mo buat proyek lebih baik di musim kemarau," sambung Ama Plete.
"Kau memang dasar pemalas mo, kasih salah pemerintah lagi. Kau punya kebun saja hanya ada cengke juga kau mo atur proyek pemerintah," marah Teke.
Proyek pemerintah itu tida sala ko. Dari dulu kalo kau ingat kebun tanam saja pisang, umbi jalar, ubi kayu, rose, selain cengke kita tida mungkin kelaparan. Ini kamu hanya tanam cengke vanili te buho. (j oriwis) Spirit NTT, 10-16 Desember 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar