Laporan Benny Dasman, Spirit NTT 17-23 Desember 2007
ATAMBUA, PK--Seribu dari 1.506 tokoh masyarakat (tomas) di Kabupaten Belu diangkat menjadi pembina keluarga berencana (KB) untuk mengisi kekurangan tenaga penyuluh KB di desa telah mengikuti pelatihan penyuluh. Dengan pelatihan itu mereka diharapkan memahami filosofi (Harik lima kain, Sukat ita kan beran) program KB dan pedoman mekanisme operasional di lapangan.
"Kalau semua tokoh kunci seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, terlibat dalam program KB, apakah Anda masih meragukan keberhasilan program KB? Itu yang kami lakukan di Belu ini," ujar drg.Valens Pareira, Kepala Dinas KB Belu, di Atambua, Sabtu (8/12/2007).
Sebelumnya, pada Agustus 2007 lalu, kata Valens, sekitar 110 orang pastor paroki di Kabupaten Belu diberikan pencerahan, sosialisasi, dan advokasi tentang filosofi pelaksanaan program KB. Sebab, pemerintah, dalam hal ini petugas lapangan, 'belum siap' secara utuh untuk memberikan konseling dan penanganan yang baik bagi pasutri yang membutuhkan pelayanan. "Keterlibatan para pastor sebagai pembimbing rohani sangat efektif untuk memberikan layanan KB kepada para pasutri," ujar Valens.
Valens menyebut fakta sosial yang mendorongnya bersama tokoh agama, tokoh masyarakat dan DPRD gencar melaksanakan program KB, antara lain jarak dan jumlah anak dalam keluarga terlalu dekat dan banyak (rata-rata 1-2 tahun/4-6 anak). Selain itu, banyak wanita kawin, hamil dan melahirkan di bawah 20 tahun, kematian ibu, bayi (balita) yang cukup tinggi. "Masih banyak wanita hamil di atas 35 tahun dan meninggal dunia karena pendarahan. Ini kondisi yang memrihatinkan," katanya.
Fakta sosial lainnya, sebut Valens, adalah banyaknya kasus gizi buruk, anak putus sekolah, kenakalan remaja, kebanyakan orangtua tidak menyampaikan secara jelas 'modal materil' yang diserahkan kepada anaknya untuk membangun rumah tangga baru. Selain itu, pengantin baru tidak mengenal istilah 'menunda kehamilan' meskipun secara sosial ekonomi tidak mampu. "Jadi, keterbatasan dan ketidakmampuan keluarga ternyata belum menjadi pertimbangan utama dalam berkeluarga. Kita harapkan peran tokoh masyarakat sebagai tokoh kunci di Belu dapat meretas fakta sosial ini," tegas Valens. *
"Kalau semua tokoh kunci seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, terlibat dalam program KB, apakah Anda masih meragukan keberhasilan program KB? Itu yang kami lakukan di Belu ini," ujar drg.Valens Pareira, Kepala Dinas KB Belu, di Atambua, Sabtu (8/12/2007).
Sebelumnya, pada Agustus 2007 lalu, kata Valens, sekitar 110 orang pastor paroki di Kabupaten Belu diberikan pencerahan, sosialisasi, dan advokasi tentang filosofi pelaksanaan program KB. Sebab, pemerintah, dalam hal ini petugas lapangan, 'belum siap' secara utuh untuk memberikan konseling dan penanganan yang baik bagi pasutri yang membutuhkan pelayanan. "Keterlibatan para pastor sebagai pembimbing rohani sangat efektif untuk memberikan layanan KB kepada para pasutri," ujar Valens.
Valens menyebut fakta sosial yang mendorongnya bersama tokoh agama, tokoh masyarakat dan DPRD gencar melaksanakan program KB, antara lain jarak dan jumlah anak dalam keluarga terlalu dekat dan banyak (rata-rata 1-2 tahun/4-6 anak). Selain itu, banyak wanita kawin, hamil dan melahirkan di bawah 20 tahun, kematian ibu, bayi (balita) yang cukup tinggi. "Masih banyak wanita hamil di atas 35 tahun dan meninggal dunia karena pendarahan. Ini kondisi yang memrihatinkan," katanya.
Fakta sosial lainnya, sebut Valens, adalah banyaknya kasus gizi buruk, anak putus sekolah, kenakalan remaja, kebanyakan orangtua tidak menyampaikan secara jelas 'modal materil' yang diserahkan kepada anaknya untuk membangun rumah tangga baru. Selain itu, pengantin baru tidak mengenal istilah 'menunda kehamilan' meskipun secara sosial ekonomi tidak mampu. "Jadi, keterbatasan dan ketidakmampuan keluarga ternyata belum menjadi pertimbangan utama dalam berkeluarga. Kita harapkan peran tokoh masyarakat sebagai tokoh kunci di Belu dapat meretas fakta sosial ini," tegas Valens. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar