Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Menuju UASBN, Mengintip Persiapan Sekolah

Spirit NTT, 27 April- 3 Mei 2009

SEMUA
orang berharap memperoleh yang terbaik. Orangtua, siswa, pemerintah, bahkan pihak sekolah. Untuk mencapai target terbaik, agaknya pihak sekolah punya trik khusus sebagai langkah mendorong siswa agar lebih giat belajar. Sebab, tak satu pun sekolah yang ingin anak didiknya tidak berhasil melewati tes akhir yang ditetapkan pemerintah.

Semua pengelola sekolah dasar menyadari betul bahwa sekolah bukan satu-satunya
tonggak penyelamat anak untuk berhasil. Kontak antara pihak sekolah dan orang tua sangat diperlukan. Komunikasi perlu dibangun tentang perkembangan siswa perlu dibangun. Inilah yang mendorong pihak sekolah selalu rutin mengadakan pertemuan khusus dengan orang tua atau wali siswa.


Di hadapan para wali siswa, kepala sekolah kerap menyosialisasikan perihal yang berkaitan dengan UASBN. Mulai dari proses penyelenggaraan, penilaian, pengumuman kelulusan hingga sistem berlatih UASBN yang diterapkan sekolah. Pihak orangtua pun sering dimotivasi untuk bertanya atau mengkomunikasikan tentang perkembangan anak-anak di sekolah.

Persiapan menuju UASBN digelar seoptimal mungkin. Dalam satu semester semua materi pelajaran kelas enam sudah harus kelar dipelajari. Sedangkan satu semester lagi menuju ujian akhir, guru-guru dalam kelas, mulai dari wali kelas hingga guru bidang studi, mengarahkan siswa membahas materi yang belum dipahami. Bukan sekadar membahas materi pelajaran saja.

Tes Uji Kemampuan (TUK) juga digelar.
Soal-soalnya disusun dan dimodifikasi dari bank-bank soal, internet, serta kisi-kisi yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Nasional (Diknas). Ada juga materi uji yang diambil dari pelajaran kelas IV, V, dan VI. Untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, terdiri dari 50 soal. Sedangkan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alama (IPA), masing-masing berjumlah 40 soal.

Soal TUK dalam bentuk pilihan berganda, menjadi simulasi UASBN bagi siswa. Kertas jawaban diperiksa dengan komputer. Sementara, standar nilai yang ditetapkan, lebih tinggi ketimbang standar nilai paling rendah yang diinginkan per kecamatan. Bahkan, untuk model duduk ketika penyelenggaraan simulasi, juga merujuk pada model duduk UASBN. Langkah ini dilakukan agar siswa merasa tidak asing lagi ketika berhadapan dengan UASBN yang sesungguhnya.

Setelah TUK, juga dievaluasi hasil simulasi. Semua guru membahas kekurangan-kekurangan dan kelemahan siswa dalam pertemuan khusus. Dari hasil analisis nilai perolehan simulasi siswa, soal-soal yang belum dikuasai, dilatihkan lagi dan lagi dengan mengeluarkan soal sejenis pada TUK berikutnya hingga siswa menjadi mahir.

SD Harapan I Medan, misalnya, nilai TUK yang diperoleh M Juha Noval Nasution, putra dari dr. Egon Irsan Nasution, Sp KK ini, selalu berada di peringkat tertinggi. Semua nilainya sangat baik. Namun, Juha rawan di Bahasa Indonesia meski nilainya di atas delapan.

Menilik sekilas kerumitan soal-soal Bahasa Indonesia, bentuk soal tidak hanya mengujikan kebahasaan. Lebih dari itu, soal mengarah pada pemahaman membaca. Sementara, anak belum mampu menganalisis bacaan. Juha serta 114 siswa lain pun masuk dalam agenda pembahasan guru-guru.

Untuk target, tahun lalu, SD Harapan I hanya memperoleh rata-rata tertinggi. Bukan yang tertinggi. Sedangkan target tahun ini, siswa lulus 100 persen dan menembus nilai tertinggi di Kota Medan. Sekolah Anda? (mas khairani/koranpendidikan.com)


Tidak ada komentar: