SPIRIT NTT/IST
MENGAJAR--Guru menunaikan kewajibannya setiap hari, mengajar. 'Memanusiakan' manusia, namun kesejahteraan mereka masih memrihatinkan. Gambar dibadikan belum lama ini.
Spirit NTT, 22-28 Desember 2008
TANGGAL 25 November lalu, PGRI memperingati ulang tahunnya. Walaupun usianya sudah senja, nasib guru masih belum membaik juga. Berbagai masalah mulai dari minimnya gaji dan fasilitas guru, berbagai bentuk potongan, dan banyak lagi, masih saja membelit kehidupan guru. Toh, guru tetap dikultuskan sebagai manusia berguna, pahlawan tanpa tanda jasa. Berikut pandangan Basyuni Suriamihardja, seorang fungsionaris PGRI tentang nasib para guru.
Apa saja yang sudah dikerjakan oleh PGRI selama ini?
PGRI lahir pada 25 November 1945 di Surakarta, persis 100 hari setelah hari kemerdekaan. Karena itu, PGRI merupakan organisasi guru pejuang 45 yang bersatu untuk merebut, menegakan dan menyelamatkan kemerdekan. Melalui Keppres Nomor 78 tahun 1994, hari lahir PGRI ditetapkan sebagai hari lahir Guru Nasional. Penghargaan tersebut ditujukan untuk para guru sebagai pejuang pendidik dan pendidik pejuang.
PGRI merupakan organisasi profesi guru dengan dasar persatuan dan kesatuan, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, asal usul, tempat berkerja dan sebagainya. Semuanya mengacu pada integritas mereka sebagai pengajar. Bertepatan dengan hari Guru Internasional 5 Oktober lalu, Konferensi Pemerintah Sedunia menandatangani The State Of Teacher, yang berisi kesepakatan global dalam menegakan status dan kedudukan guru.
Apa saja yang sudah dikerjakan PGRI? Tidak begitu gampang memperinci prestasi-prestasi yang sifatnya nasional dan hasil riil. Yang jelas, PGRI tetap membina persatuan, kesatuan, solidaritas dan kekompakannya. Bahkan dengan membengkaknya jumlah warga PGRI sekarang sekitar 1,4 jutaan, akan memacu upaya PGRI untuk meningkatkan soal yang paling penting yakni kesejahteraan. Buktinya, beberapa tahun terakhir ini nasib guru jauh membaik, tunjangan kesejahteraannya meningkat. Para pengusaha berpartisipasi dalam menyediakan sarana perumahan, misalnya.
Apakah sikap mengandalkan bantuan para pengusaha tidak mempermalukan PGRI?
PGRI tidak pernah memintanya. Mereka memberikan secara sukarela dan menyumbangkannya sebagai bentuk perhatian masyarakat terhadap peran guru. Beberapa di antaranya diperoleh dari direktur Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), dan pengusaha nasional lainnya. Pokoknya kita terbuka tapi tidak meminta. Kita hanya menerima pemberian yang datang dari mereka.
Ulang tahun PGRI diperingati bertepatan dengan hari guru internasional. Sejauh mana persamaan dan perbedaan guru Indonesia dengan guru menurut konsep internasional?
Kalau dilihat aspirasinya di seluruh dunia sama. Yakni, misi pendidikan guru secara umum adalah mendidik generasi muda menjadi manusia yang bisa membagi hidupnya pada keluarga dan masyarakat dan sebagai bagian dari umat manusia bangsa-bangsa didunia. Sekarang ini, peraturan perundangan guru di Indonesia sudah mirip dengan yang menurut konsep internasional, walaupun penerapannya belum tahap optimal. Hal ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi negara yang bersangkutan.
Karena adanya perbedaan prinsip itu maka lahirlah status guru yang direkomendasikan Unesco dan ILO dalam The State Of Teacher. Intinya ingin memperjuangkan kedudukan harkat dan martabat guru, baik secara induvidu, kelompok, profesi, kesejahteraan, dan kedudukan untuk menjadi lebih baik.
Jadi kalau berberbicara masalah guru tidak terlepas dari dua acuan nasional dan global. Contohnya rekomendasi Unesco dan ILO yang terdiri dari 146 pasal, dikalikan dengan kedudukan guru yang ada di Indonesia. Hal itu diatur oleh UU no 2 tahun 1989 tentang isi pendidikan nasional, khususnya bab VII pada pasal 28 dan 23 yang mengatur hak dan kewajiban guru.
Anda katakan PGRI tetap mengupaya kesejahteraan, tapi mengapa sekarang kondisi guru masih mengenaskan?
Kalau soal itu, maka kebijakan PGRI dan pemerintah terhadap kesejahteraan, perbaikan jenjang, kenaikan pangkat, sistim penggajian, tunjangan dan jumlah gaji guru, akan menitikberatkan dan lebih memperhatikan nasib guru didaerah terpencil. Itu yang masih kita perjuangkan bersama Golkar dengan mengadakan penyelengaraan sistim pendidikan. Dengan demikian, kesejahteraan guru akan lebih baik dan berarti. Namun, soal gaji pun harus diimbangi dengan pengadaan fasilitas proses belajar mengajar yang baik dan lengkap sebagai bentuk perlindungan guru. Bentuk lain untuk memperjuangkan nasib guru bisa dalam bentuk non materil, yakni soal status dan penentuan kebijaksanaan yang selalu kita perhatikan.
Tetapi kenapa mereka sering mendapatkan potongan-potongan tidak wajar?
Berbicara nasib guru bisa dilihat dari dua sisi, yaitu jenjang kepangkatan dan golongannya. Golongan III adalah para guru yang mengajar di SD, tetapi golongan II di instansi lain mungkin hanya ada beberapa orang dan pangkatnya sudah lebih tinggi dari mereka. Kepangkatan guru dimana saja mulai SD, SMP, SMA tidak mentok. Karena itu bisa saja seorang guru mengalami kenaikan pangkat setinggi-tingginya, asal kredit poinya terpenuhi. Dengan kecocokan pangkatnya akan memperoleh gaji selayaknya pegawai negeri sipil.
Dengan kepangkatan yang ada memang mempengaruhi adanya bentuk potongan-potongan. Dan kasus semacam itu sudah kita hadapi. PGRI tidak akan mentolerir pemotongan yang tak wajar, artinya harus melihat acara dan kegunaannya? Bila pemotongan itu harus dibayarkan tanpa sepengetahuan, kemufakatan dan persetujuan guru tidak akan kita berikan, malah kita akan jatuhkan sangsi.
Kecuali bila pemotongan itu sepengetahuan PGRI yang secara teknis dipotong sebagai kewajiban terikat dari persetujuan guru akan kita tolerir dan dukung. Misalnya guru menjadi anggota PGRI setuju membayar keanggotannya, lalu sebagai anggota koperasi wajib membayar iuarannya. Potongan-potongan semacam itu wajar, sama seperti halnya yang dilakukan pegawai negeri sipil.
Jadi PGRI bisa mentolerir potongan-potongan para guru?
Kan nggak semuanya, asalkan untuk keanggotaan organisasi dan sepengetahun PGRI ya kita dukung dan tolerir. Di luar itu potongan-potongan liar dan siluman ya enggak.
Keanggotaan PGRI diwajibakan bagi setiap guru?
Tidak. Itu sukarela dari seluruh guru ada di Indonesia ada sekitar 1,8 juta tetapi yang menjadi anggota PGRI hanya 1,5 juta.
Lalu bagaimana dengan masalah calon legislatif PGRI di Golkar yang nyata-nyata dihilangkan?
Kita harus bedakan antara PGRI sebagai organisasi masyarakat dengan PGRI sebagai organisasi politik. Berdasarkan UU Keormasan nomor 3, PGRI sebagai organisasi kemasyarakatan menyebutkan tidak ada namanya mantel organisasi. Maksudnya dalam kondisi perUU tersebut PGRI menyerahkan sikap dan partisipasi politiknya kepada Golkar. Dan ini diputuskan secara demokratis oleh lembaga organisasi tertinggi PGRI yaitu konggres.
Dalam soal ada tidaknya caleg, itu urusan Golkar sendiri. Karena tidak ada yang namanya wakil PGRI di DPR, yang ada wakil FKP, FPDI, FPPP, atau FABRI. Jadi kalau di Golkar ada anggapan dibawa dari si A, B, dan sebagainnya nggak benar. Memnag PGRI membawakan unsur yang sangat penting dan proporsional tapi itu tergantung penghitungannya. Dan yang memutuskan adalah hak sepenuhnya Golkar. Bukan PGRI, karena kita bukan organisasi politik.
Jadi, pengurangan jatah caleg dari PGRI di Golkar, tidak akan menampung aspirasi para guru di DPR?
Loh, inikan politik, para guru adalah pendidik jadi tidak ada relevansinya. Kecuali ada usul di keanggotaan MPR yang mengangkat dari unsur golongan, silahkan saja itu hak preogatifnya presiden. Yang jelas PGRI tidak meributkan masalah caleg, karena tahu bahwa duduknya orang PGRI secara praktis hanya bermanfaat untuk perjuangan aspirasi PGRI yang secara taktis diserahkan ke Golkar. Timbal baliknya secara moral akan bertanggung jawab untuk menampung aspirasi dari oraganisasi yang menyalurkannya di Golkar. Jadi kalau mau ditanya PGRI penting atau tidak, ya tanyakan kepada yang menentukan itu.
Karena itu anggota PGRI harus Golkar?
Tidak mengharuskan, tetapi kongres PGRI menetapkan secara demokratis dalam sikap politiknya mempercayakan dan menyerahkan perjuanga aspirasinya kepada Golkar. Dan konsukuensinya, karena ketetapan konggres itu mengikat bagi seluruh anggota, maka secara organisatoris anggota PGRI terikat secara sadar pada hasil keputusan kongres tersebut.
Apa yang menyebabkan anggota PGRI masuk Golkar?
Begini Golkar itu mempunyai keterkaitan secara organisatoris dengan PGRI. Potensi-potensi Golkar di tahun 60-an sama dengan tahun berdirinya PGRI tahun 45-an. Jadi sejarah keluarga besar Golkar keterkaitannya sangat erat dengan PGRI harus mengahadapi perlawanan, tantangan dari luar dan dalam.
PGRI pun mempunyai kesamaan dengan Golkar, menganut prinsip untuk menegakan kemerdekaan Pancasila dan UUD 45, serta terwujudnya cita-cita kemerdekaan yaitu terciptanya masyarakat yang adil dan makmur melalui pembangunan bertahap dan berkesinambungan. Jadi secara historis Golkar dan PGRI berjuang satu front. Karena itu kita mempercayakan Golkar sebagai keterkaitan yang praktis.
Karena hal itu PGRI harus loyal, dan tidak boleh menganspirasikannya ke parpol yang lain?
Seharusnya sih enggak, tapi ini ketentuan konggres yang harus ditaati para anggotanya. Jadi para anggota-anggotanya harus taat kepada organisasinya. dan saya pikir ini hal wajar.
Apa ada sangsinya kalau guru tidak pilih Golkar?
Setiap peraturan organisasi apapun pasti ada sangsinya kalau melanggar. Tapi kalau dikaitkan secara politik, kita nggak terlalu mengenakannya. Karena bukan tindakan langsung ke organisasi professinya (maksudnya PGRI, Red). Saya kira organisasi mana pun belum memiliki sangsi politik. Umumnya mereka lebih mendewasakan berpolitik dari berorganisasi.
Anda sudah memimpin PGRI selama 26 tahun, kenapa nggak diganti mau seperti pak Harto?
Ah tidak. Di PGRI yang namanya regenerasi selalu ada dan berjalan terus. Saya beberapa kali dipilih karena berdsarkan kententuan AD RT PGRI. Ketua umum PGRI dipilih berdasarkan ketentuan anggota pimpinan yang dipilih dan ditentukan formatur. Seseorang yang terpilih menjadi ketua umum harus pernah menjadi anggota pengurus di tingkat dua (propinsi dan kabupaten, Red). Saya melalu tahapan-tahapan itu semua. Pada tahun 84 saya pernah mengundurkan diri tapi masih terus dipinta. Karena teman-teman se Indonesia masih mendukung saya, ya terpaksa saya jalani lagi. Bosan dan jenuh juga begini terus, saya pingin mereka mengganti saya. Nyatanya karena mereka masih percaya maka memberikannya ke saya. Saya pikir nggak ada salahnya saya menjalankan kepercayaan yang diamanatkan ini. Saya anggap ini sebagai pengabdian dan harus memberikan yang terbaik pada organisasi. *
Apa saja yang sudah dikerjakan oleh PGRI selama ini?
PGRI lahir pada 25 November 1945 di Surakarta, persis 100 hari setelah hari kemerdekaan. Karena itu, PGRI merupakan organisasi guru pejuang 45 yang bersatu untuk merebut, menegakan dan menyelamatkan kemerdekan. Melalui Keppres Nomor 78 tahun 1994, hari lahir PGRI ditetapkan sebagai hari lahir Guru Nasional. Penghargaan tersebut ditujukan untuk para guru sebagai pejuang pendidik dan pendidik pejuang.
PGRI merupakan organisasi profesi guru dengan dasar persatuan dan kesatuan, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, asal usul, tempat berkerja dan sebagainya. Semuanya mengacu pada integritas mereka sebagai pengajar. Bertepatan dengan hari Guru Internasional 5 Oktober lalu, Konferensi Pemerintah Sedunia menandatangani The State Of Teacher, yang berisi kesepakatan global dalam menegakan status dan kedudukan guru.
Apa saja yang sudah dikerjakan PGRI? Tidak begitu gampang memperinci prestasi-prestasi yang sifatnya nasional dan hasil riil. Yang jelas, PGRI tetap membina persatuan, kesatuan, solidaritas dan kekompakannya. Bahkan dengan membengkaknya jumlah warga PGRI sekarang sekitar 1,4 jutaan, akan memacu upaya PGRI untuk meningkatkan soal yang paling penting yakni kesejahteraan. Buktinya, beberapa tahun terakhir ini nasib guru jauh membaik, tunjangan kesejahteraannya meningkat. Para pengusaha berpartisipasi dalam menyediakan sarana perumahan, misalnya.
Apakah sikap mengandalkan bantuan para pengusaha tidak mempermalukan PGRI?
PGRI tidak pernah memintanya. Mereka memberikan secara sukarela dan menyumbangkannya sebagai bentuk perhatian masyarakat terhadap peran guru. Beberapa di antaranya diperoleh dari direktur Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), dan pengusaha nasional lainnya. Pokoknya kita terbuka tapi tidak meminta. Kita hanya menerima pemberian yang datang dari mereka.
Ulang tahun PGRI diperingati bertepatan dengan hari guru internasional. Sejauh mana persamaan dan perbedaan guru Indonesia dengan guru menurut konsep internasional?
Kalau dilihat aspirasinya di seluruh dunia sama. Yakni, misi pendidikan guru secara umum adalah mendidik generasi muda menjadi manusia yang bisa membagi hidupnya pada keluarga dan masyarakat dan sebagai bagian dari umat manusia bangsa-bangsa didunia. Sekarang ini, peraturan perundangan guru di Indonesia sudah mirip dengan yang menurut konsep internasional, walaupun penerapannya belum tahap optimal. Hal ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi negara yang bersangkutan.
Karena adanya perbedaan prinsip itu maka lahirlah status guru yang direkomendasikan Unesco dan ILO dalam The State Of Teacher. Intinya ingin memperjuangkan kedudukan harkat dan martabat guru, baik secara induvidu, kelompok, profesi, kesejahteraan, dan kedudukan untuk menjadi lebih baik.
Jadi kalau berberbicara masalah guru tidak terlepas dari dua acuan nasional dan global. Contohnya rekomendasi Unesco dan ILO yang terdiri dari 146 pasal, dikalikan dengan kedudukan guru yang ada di Indonesia. Hal itu diatur oleh UU no 2 tahun 1989 tentang isi pendidikan nasional, khususnya bab VII pada pasal 28 dan 23 yang mengatur hak dan kewajiban guru.
Anda katakan PGRI tetap mengupaya kesejahteraan, tapi mengapa sekarang kondisi guru masih mengenaskan?
Kalau soal itu, maka kebijakan PGRI dan pemerintah terhadap kesejahteraan, perbaikan jenjang, kenaikan pangkat, sistim penggajian, tunjangan dan jumlah gaji guru, akan menitikberatkan dan lebih memperhatikan nasib guru didaerah terpencil. Itu yang masih kita perjuangkan bersama Golkar dengan mengadakan penyelengaraan sistim pendidikan. Dengan demikian, kesejahteraan guru akan lebih baik dan berarti. Namun, soal gaji pun harus diimbangi dengan pengadaan fasilitas proses belajar mengajar yang baik dan lengkap sebagai bentuk perlindungan guru. Bentuk lain untuk memperjuangkan nasib guru bisa dalam bentuk non materil, yakni soal status dan penentuan kebijaksanaan yang selalu kita perhatikan.
Tetapi kenapa mereka sering mendapatkan potongan-potongan tidak wajar?
Berbicara nasib guru bisa dilihat dari dua sisi, yaitu jenjang kepangkatan dan golongannya. Golongan III adalah para guru yang mengajar di SD, tetapi golongan II di instansi lain mungkin hanya ada beberapa orang dan pangkatnya sudah lebih tinggi dari mereka. Kepangkatan guru dimana saja mulai SD, SMP, SMA tidak mentok. Karena itu bisa saja seorang guru mengalami kenaikan pangkat setinggi-tingginya, asal kredit poinya terpenuhi. Dengan kecocokan pangkatnya akan memperoleh gaji selayaknya pegawai negeri sipil.
Dengan kepangkatan yang ada memang mempengaruhi adanya bentuk potongan-potongan. Dan kasus semacam itu sudah kita hadapi. PGRI tidak akan mentolerir pemotongan yang tak wajar, artinya harus melihat acara dan kegunaannya? Bila pemotongan itu harus dibayarkan tanpa sepengetahuan, kemufakatan dan persetujuan guru tidak akan kita berikan, malah kita akan jatuhkan sangsi.
Kecuali bila pemotongan itu sepengetahuan PGRI yang secara teknis dipotong sebagai kewajiban terikat dari persetujuan guru akan kita tolerir dan dukung. Misalnya guru menjadi anggota PGRI setuju membayar keanggotannya, lalu sebagai anggota koperasi wajib membayar iuarannya. Potongan-potongan semacam itu wajar, sama seperti halnya yang dilakukan pegawai negeri sipil.
Jadi PGRI bisa mentolerir potongan-potongan para guru?
Kan nggak semuanya, asalkan untuk keanggotaan organisasi dan sepengetahun PGRI ya kita dukung dan tolerir. Di luar itu potongan-potongan liar dan siluman ya enggak.
Keanggotaan PGRI diwajibakan bagi setiap guru?
Tidak. Itu sukarela dari seluruh guru ada di Indonesia ada sekitar 1,8 juta tetapi yang menjadi anggota PGRI hanya 1,5 juta.
Lalu bagaimana dengan masalah calon legislatif PGRI di Golkar yang nyata-nyata dihilangkan?
Kita harus bedakan antara PGRI sebagai organisasi masyarakat dengan PGRI sebagai organisasi politik. Berdasarkan UU Keormasan nomor 3, PGRI sebagai organisasi kemasyarakatan menyebutkan tidak ada namanya mantel organisasi. Maksudnya dalam kondisi perUU tersebut PGRI menyerahkan sikap dan partisipasi politiknya kepada Golkar. Dan ini diputuskan secara demokratis oleh lembaga organisasi tertinggi PGRI yaitu konggres.
Dalam soal ada tidaknya caleg, itu urusan Golkar sendiri. Karena tidak ada yang namanya wakil PGRI di DPR, yang ada wakil FKP, FPDI, FPPP, atau FABRI. Jadi kalau di Golkar ada anggapan dibawa dari si A, B, dan sebagainnya nggak benar. Memnag PGRI membawakan unsur yang sangat penting dan proporsional tapi itu tergantung penghitungannya. Dan yang memutuskan adalah hak sepenuhnya Golkar. Bukan PGRI, karena kita bukan organisasi politik.
Jadi, pengurangan jatah caleg dari PGRI di Golkar, tidak akan menampung aspirasi para guru di DPR?
Loh, inikan politik, para guru adalah pendidik jadi tidak ada relevansinya. Kecuali ada usul di keanggotaan MPR yang mengangkat dari unsur golongan, silahkan saja itu hak preogatifnya presiden. Yang jelas PGRI tidak meributkan masalah caleg, karena tahu bahwa duduknya orang PGRI secara praktis hanya bermanfaat untuk perjuangan aspirasi PGRI yang secara taktis diserahkan ke Golkar. Timbal baliknya secara moral akan bertanggung jawab untuk menampung aspirasi dari oraganisasi yang menyalurkannya di Golkar. Jadi kalau mau ditanya PGRI penting atau tidak, ya tanyakan kepada yang menentukan itu.
Karena itu anggota PGRI harus Golkar?
Tidak mengharuskan, tetapi kongres PGRI menetapkan secara demokratis dalam sikap politiknya mempercayakan dan menyerahkan perjuanga aspirasinya kepada Golkar. Dan konsukuensinya, karena ketetapan konggres itu mengikat bagi seluruh anggota, maka secara organisatoris anggota PGRI terikat secara sadar pada hasil keputusan kongres tersebut.
Apa yang menyebabkan anggota PGRI masuk Golkar?
Begini Golkar itu mempunyai keterkaitan secara organisatoris dengan PGRI. Potensi-potensi Golkar di tahun 60-an sama dengan tahun berdirinya PGRI tahun 45-an. Jadi sejarah keluarga besar Golkar keterkaitannya sangat erat dengan PGRI harus mengahadapi perlawanan, tantangan dari luar dan dalam.
PGRI pun mempunyai kesamaan dengan Golkar, menganut prinsip untuk menegakan kemerdekaan Pancasila dan UUD 45, serta terwujudnya cita-cita kemerdekaan yaitu terciptanya masyarakat yang adil dan makmur melalui pembangunan bertahap dan berkesinambungan. Jadi secara historis Golkar dan PGRI berjuang satu front. Karena itu kita mempercayakan Golkar sebagai keterkaitan yang praktis.
Karena hal itu PGRI harus loyal, dan tidak boleh menganspirasikannya ke parpol yang lain?
Seharusnya sih enggak, tapi ini ketentuan konggres yang harus ditaati para anggotanya. Jadi para anggota-anggotanya harus taat kepada organisasinya. dan saya pikir ini hal wajar.
Apa ada sangsinya kalau guru tidak pilih Golkar?
Setiap peraturan organisasi apapun pasti ada sangsinya kalau melanggar. Tapi kalau dikaitkan secara politik, kita nggak terlalu mengenakannya. Karena bukan tindakan langsung ke organisasi professinya (maksudnya PGRI, Red). Saya kira organisasi mana pun belum memiliki sangsi politik. Umumnya mereka lebih mendewasakan berpolitik dari berorganisasi.
Anda sudah memimpin PGRI selama 26 tahun, kenapa nggak diganti mau seperti pak Harto?
Ah tidak. Di PGRI yang namanya regenerasi selalu ada dan berjalan terus. Saya beberapa kali dipilih karena berdsarkan kententuan AD RT PGRI. Ketua umum PGRI dipilih berdasarkan ketentuan anggota pimpinan yang dipilih dan ditentukan formatur. Seseorang yang terpilih menjadi ketua umum harus pernah menjadi anggota pengurus di tingkat dua (propinsi dan kabupaten, Red). Saya melalu tahapan-tahapan itu semua. Pada tahun 84 saya pernah mengundurkan diri tapi masih terus dipinta. Karena teman-teman se Indonesia masih mendukung saya, ya terpaksa saya jalani lagi. Bosan dan jenuh juga begini terus, saya pingin mereka mengganti saya. Nyatanya karena mereka masih percaya maka memberikannya ke saya. Saya pikir nggak ada salahnya saya menjalankan kepercayaan yang diamanatkan ini. Saya anggap ini sebagai pengabdian dan harus memberikan yang terbaik pada organisasi. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar