Spirit NTT, 1-6 Desember 2008, Tulisan Arsyi Marsean
USAHA pemerintah dalam mengatasai kekurangan guru di sekolah sekolah dengan mengangkat guru kontrak patut mendapat acungan jempol, namun sayangnya setelah mereka diangkat nasib mereka kurang diperhatikan.
Gaji/insentif mereka sebagai penambah gairah mereka bertugas mengajar sering terlambat mereka terima. Menerima gaji pada tanggal 54 (tanggal 30 ditambah 24 hari) adalah merupakan suatu hal yang biasa bagi mereka. Tidak pernah gaji dibayar setiap bulan. Selalu molor sampai beberapa bulan.
Kadangkala mereka melongo, melihat rekan seiringnya guru negeri menerima gaji tepat waktu tanggal satu. Untuk menutupi keperluan mereka sehari-hari banyak di antaranya yang harus rela menebalkan muka, mencari pinjaman ke sana-ke mari alias ngutang, sedangkan SK yang mereka terima (SK Guru Kontrak) tidaklah secanggih SK yang diterima rekan-rekannya seiring yang dapat dijadikan anggunan untuk meminjam/kridit di bank yang sedang marak dilakukan oleh guru-guru sekarang.
Meskipun rekan-rekan seiringnya guru negeri/swasta pernah melakukan demontrasi menuntut perbaikan nasib, kenaikan gaji dan tunjangan, yang sekarang sudah menampakkan hasilnya meskipun sedikit, namun untuk nasib Guru Kontrak tidak pernah disinggung-singgung.
Bahkan titipan salam pun dari pemerintah tidak pernah mereka terima. Sungguh malang nasib si Guru Kontrak. Tak ubahnya seperti buah si Malakama. Dimakan mati ibu tak dimakan mati ayah. Diteruskan gaji sering terlambat, diputuskan takut jadi pengangguran.
Dan, ini pulalah yang mungkin sekali mendasari/mempengaruhi pola pikir konsultan atau kontraktor pembayar gaji Guru Kontrak.' Ngapain kok repot-repot ngurus gaji Guru Kontrak, meskipun terlambat toh mereka tidak bakalan berhenti.' Apalagi sekarang untuk mendapatkan pekerjaan sangat susah.
Guru kontrakpun sebenarnya juga sudah menyadari bahwa untuk mengubah nasibnya mereka harus mengikuti jejak rekan-rekan seiringnya.
Firman Tuhan pun telah menyebutkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum, apabila kaum itu sendiri tidak berusaha untuk mengubahnya. Untuk turun ke jalan beramai-ramai alias berdemo rasanya sulit bagi Guru Kontrak untuk melaksanakannya. Selain tempat tugas Guru Kontrak berjauhan. Guru Kontrak juga masih menjaga nama baik negaranya yang tercinta. Mereka takut negaranya yang sedang membenahi demokrasi disalahartikan oleh warga negara tetangganya.
Indonesia bukanlah Negara Demokrasi. Tetapi Indonesia adalah Negara Demokrasi karena di sana-sini selalu ada saja demokrasi. Mungkin tak lama lagi akan ada demontrasi dari Peternak Ayam Buras. Mereka menuntut agar Menteri Hewan segera mengusir penyakit ayam yang banyak membuat mereka rugi.
Setiap tahun selalu ada penerimaan dan pengangkatan guru baru. Guru kontrak tak pernah ditawari, apalagi diprioritaskan, padahal mereka banyak yang sudah bertugas empat atau lima tahun yang berarti mereka sudah berpengalaman menjadi guru/mengajar. Selain itu juga, mereka sudah mempunyai kelayakan untuk menjadi guru karena mereka rata-rata lulusan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Sering kita baca iklan di media massa. Setiap perusahaan apabila mencari karyawan selain izajah mereka selalu mengutamakan pengalaman. Tapi anehnya untuk penerimaan dan pengangkatan guru baru tidak pernah mengutamakan pengalaman.
Kalau boleh tumpang saran. Alangkah baiknya apabila ada penerimaan dan pengangkatan guru baru diberikan prioritas utama kepada Guru Kontrak yang berpengalaman lebih lama dan tentunya harus disertakan kondite yang baik dari kepala sekolah di mana tempat mereka bertugas.
Kini Guru Kontrak pasrah. Biarlah mereka hidup hanya dengan Gaji tiga ratus lima puluh ribu rupiah setiap bulan, tanpa tunjangan, tanpa kenaikan gaji berkala bahkan tanpa harapan kenaikan tingkat yang selalu diidam-idamkan oleh setiap pegawai.
Akhirya untuk menghilangkan stres, Guru Kontrak selalu bersenandung dengan pantunnya. Pergi ke ladang penangkap katak, Kurma dibeli di pasar kulor, Sungguh malang nasib si Guru Kontrak.
Firman Tuhan pun telah menyebutkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum, apabila kaum itu sendiri tidak berusaha untuk mengubahnya. Untuk turun ke jalan beramai-ramai alias berdemo rasanya sulit bagi Guru Kontrak untuk melaksanakannya. Selain tempat tugas Guru Kontrak berjauhan. Guru Kontrak juga masih menjaga nama baik negaranya yang tercinta. Mereka takut negaranya yang sedang membenahi demokrasi disalahartikan oleh warga negara tetangganya. Indonesia bukanlah negara Demokrasi. Tetapi Indonesia adalah negara Demokrasi karena di sana-sini selalu ada saja demokrasi.*
Nasib guru kontrak
Label:
Opini Spirit
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
saya harap dengan nasib guru yang memperhatinkan pemerintah semakin memperhatikan nasib mereka dengan cara memberi kesempatan mereka lebih besar untuk menjadi PNS yang sudah terbukti kualitas kerjanya.
WAYAN BALI,guru membangun bangsa dari segi pendidikan yang secara langsung tidak pernah ada yang merasakan,tidak ada yang memperhatikan,seakan manusia lahir langsung jadi pintar tanpa bimbingan guru,saya harap para pejabat yang pernah dapat pelajaran di sekolah dan pernah diajari guru agar memperjuangkan nasib kami. (guru Honor Swasta)
Posting Komentar