Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Waspadai penyelewengan

Spirit NTT, 23 - 30 Juni 2008

TIDAK jauh berbeda dari pola penyelewengan penyaluran dana bantuan pendidikan sebelumnya, penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) juga diduga memiliki sejumlah titik rawan penyelewengan dana.
Titik rawan itu adalah manipulasi data jumlah siswa miskin oleh sekolah, manipulasi data jumlah sekolah oleh pemda, dan penyimpangan pemanfaatan dana BOS.

Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya penyelewengan dana BOS, pemerintah perlu memetakan sasaran penerima dana bantuan tersebut. Selain itu, pemerintah perlu menyosialisasikan program BOS pada masyarakat, dan mendorong masyarakat ikut mengawasi pemanfaatan dana BOS.

Demikian disampaikan Ade Irawan, Sekretaris Koalisi Pendidikan di Jakarta, belum lama ini. "Kalau tidak transparan, dan masyarakat juga tidak tahu dengan jelas komponen apa saja yang dibiayai BOS, bukan tidak mungkin sekolah akan menarik pungutan dari orang tua siswa untuk membiayai komponen tertentu yang sebenarnya sudah dibiayai BOS. Itu sering terjadi sebelumnya," tambahnya.

Menurut Ade, mekanisme penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) sebenarnya sudah lebih baik dibandingkan program-program bantuan pendidikan yang dijalankan pemerintah sebelumnya. Selain sekolah penerima BOS harus bersedia diaudit oleh auditor yang ditunjuk pemerintah, komponen biaya yang dibiayai dana BOS juga sudah dicantumkan.

"Dibandingkan program-program yang dulu, BOS ini memang sedikit lebih baik, karena komponen yang dibiayai sudah dicantumkan. Unit sekolah juga harus bersedia diaudit. Tetapi, tetap saja itu harus dibarengi sosialisasi," ujarnya.
Idealnya, lanjutnya, untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyelewengan dana BOS sebenarnya diperlukan ketegasan pemerintah bahwa sekolah tidak diizinkan lagi menarik dana dari peserta didik.

Dengan demikian, jika ada sekolah yang masih memungut dana, dengan mudah akan diketahui. Tetapi, karena dana yang dikucurkan lewat program BOS masih belum memenuhi kebutuhan riil sekolah, sekolah tetap diizinkan memungut biaya dari murid.

Hal tersebut, lanjut Ade, sebenarnya justru membuka peluang terjadinya penyelewengan dana oleh sekolah.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dana BOS sudah diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi tanggal 2 Agustus 2005. Kini, dana itu tengah didistribusikan pemerintah propinsi ke rekening-rekening sekolah melalui bank atau kantor pos setempat.

Terhambat faktor geografis
Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Bangka Belitung Sunardi, mengatakan, bahwa pihaknya sudah menerima dana tersebut. Kini, dana itu sedang disalurkan KPKN Propinsi Babel ke rekening sekolah, baik lewat kantor pos atau bank.
Kesulitan penyaluran dana BOS di Propinsi Babel, lanjut Sunardi, terjadi di pulau-pulau kecil, yang secara geografis sulit dijangkau. Untuk mencapai kantor pos atau bank terdekat, sekolah-sekolah di kepulauan itu biasanya harus ke kota kecamatan terdekat. Biaya dan waktu yang diperlukan untuk menempuh waktu itu cukup besar. Sementara, dari pemerintah pihak sekolah tidak menerima dana untuk transportasi pencairan dana BOS. Pihak sekolah juga tidak diizinkan menggunakan dana BOS untuk keperluan tersebut.

"Misalnya, sekolah di Pulau Long, di Kabupaten Balitung Timur, untuk mencapai kantor pos terdekat harus pergi ke Kecamatan Manggar. Lama perjalanan menggunakan kapal kira-kira 5 jam, dan harus menginap karena kapal hanya tersedia satu kali sehari. Biaya yang dikeluarkan paling tidak sekitar Rp 100.000. Itu buat sekolah di daerah cukup memberatkan. Karena itu saya harap, pemerintah juga memikirkan uang transpor untuk sekolah-sekolah yang terletak di kepulauan terpencil seperti itu," ujarnya. (ruth hesti utami)


Tidak ada komentar: